1.
IBADAH
1.1 Pengertian Ibadah
Secara
etimologis ibadah berasal dari bahasa arab yaitu عبد - يعبد – عبادة yang artinya hamba atau budak.
Sedangkan secara terminologis ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan
diridhai Allah SWT, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
1.2 Dalil tentang Ibadah
لِيَعْبُدُونِ إِلَّا وَالْإِنسَ
الْجِنَّ خَلَقْتُ وَمَا
“Tidak
Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”
(QS.
az-Dzariyat : 56).
1.3 Kedudukan Ibadah
Ibadah dalam agama Islam merupakan
bentuk pengabdian seseorang pada Penciptanya, sebagai seorang muslim seharusnya
kita menyadari bahwa tujuan ibadah sebenarnya tidak lain dan tidak bukan adalah
untuk kemaslahatan kita sendiri. Walaupun jika tidak ada satupun makhluk yang
beribadah, tidak akan berkurang sedikit pun kekuasaan Allah.
Ibadah memiliki
beberapa peran dan kedudukan, misalnya sebagai santapan ruh, jalan menuju kemerdekaan,
dan, hak Allah atas hamba-Nya. Semuanya akan kembali kepada manusia itu
sendiri. Sama sekali bukan untuk menguatkan kekuasaan Allah sebagai Tuhan
semesta alam.
1.4 Jenis – Jenis Ibadah
a. Ibadah Mahdah
Ibadah Mahdhah adalah
penghambaan yang murni, yang hanya merupakan hubungan antara seorang hamba
dengan Allah secara langsung, seperti sholat, berpuasa, haji, membaca
al-Qur’an, berwudhu’dan sebagainya.
b. Ibadah Ghairu Mahdah
Ibadah Ghairu Mahdhah
adalah ibadah yang selain sebagai hubungan seorang hamba dengan Allah juga
merupakan hubungan antara seorang hamba dengan makhluk lainnya, seperti sedekah
dan zakat.
2.
THAHARAH
2.1 Pengertian Thaharah
Secara
etimologis thaharah berarti bersih dari
kotoran dan najis. Sedangkan pengertian thaharah secara istilah adalah menghilangkan segala sesuatu
yang dapat menghalangi seseorang untuk
melaksanakan shalat seperti kotoran dan najis , baik yang menempel di badan, maupun yang ada pada
pakaian, atau tempat ibadah.
2.2 Dalil tentang Thaharah
الْمُتَطَهِّرِينَ وَيُحِبُّ التَّوَّابِينَ
يُحِبُّ اللَّهَ إِنَّ
“Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri” (QS.
Al-Baqarah : 222)
2.3 Jenis – Jenis Thaharah
a.
Thaharah Hakiki
Thaharah hakiki
adalah terbebasnya seseorang dari najis dan kotoran. Thaharah hakiki terkait
dengan kebersihan badan, pakaian dan tempat ibadah dari najis. Seseorang yang
shalat dengan memakai pakaian yang terdapat najis
maupun kotoran, maka tidak sah shalatnya.
Thaharah hakiki dapat diperoleh dengan menghilangkan najis maupun kotoran yang
menempel.
b.
Thaharah Hukmi
Thaharah hukmi
adalah terbebasnya seseorang dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats
besar. Thaharah hukmi tidak terlihat secara fisik. Meskipun secara fisik tidak
ada najis dan kotoran yang menempel pada diri seseorang, namun belum tentu seseorang
itu dapat dikatakan bersih. Thaharah hukmi dapat diperoleh dengan berwudhu’,
mandi janabah maupun tayammum.
2.4
Macam-macam Air
a.
Air mutlak
Air jenis ini
disebut juga dengan air yang suci lagi menyucikan, yaitu air yang tetap pada
kondisi asalnya, seperti air sumur, air sungai, air embun, air salju, dan air
laut.
b.
Air suci tetapi tidak menyucikan
Air jenis dapat
juga disebut juga dengan air musta’mal yaitu air yang pada dasarnya adalah
suci, namun tidak dapat digunakan untuk berwudhu disebabkan :
1. Air
telah bercampurdengan zat suci yang lain sehingga berubah salah satu sifatnya
baik itu rasa, aroma, maupun warnanya,seperti air teh, air kopi, susu dan
sebagainya.
2. Air
kurang dari dua kullah (270 liter) dan sudah digunakan untuk bersuci.
3. Air
dari pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dari tekukan
pohon kayu (air nira) , air kelapa dan sebagainya.
c.
Air makruh
Air jenis ini disebut
juga air musyammas yaitu air yang terdapat di dalam suatu wadah yang terbuat
dari bahan-bahan yang terbuat dari logam seperti seng, besi, alumunium dan baja
yang terkena cahaya matahari. Air jenis ini tidak dapat digunakan untuk
berwudhu karena dikhawatirkan dapat menimbulkan suatu penyakit.
d.
Air Mutanajjis
Air yang sudah
terkena najis sehingga berubah salah satu sifatnya baik itu aroma, rasa, maupun
warna. Air ini tidak dapat digunakan lagi untuk bersuci.
3. NAJIS
3.1
Pengertian Najis
Najis adalah segala sesuatu yang
dianggap kotor, yang dapat menghalangi seseorang untuk melakukan ibadah
tertentu apabila najis tersebut terdapat pada badan, pakaian maupun tempat
ibadah seseorang.
3.2 Jenis – Jenis Najis
a.
Najis
Ringan (Mukhaffafah)
Contoh najis ringan adalah air kencing
bayi laki-laki yang berumur di bawah 2 tahun, yang masih menyusu pada ibunya.
Cara menghilangkan najis ini cukup dengan memercikkan air sebanyak 3 kali pada
bagian yang terkena najis.
b.
Najis
Sedang (Mutawassithah)
Contoh najis ini adalah nanah dan
darah. Cara menghilangkan najis ini dengan cara mencuci, membersihkan dan
menyiram bagian yang terkena najis dengan menggunakan air sampai hilang wujud
dan aromanya.
c.
Najis
Berat (Mughallazhah)
Contoh najis ini adalah air liur
anjing dan babi. Cara menghilangkan najis ini dengan cara membersihkan najis
tersebut sampai bersih dengan menggunakan air bersih sebanyak 7 kali dan dimana
1 kali diantaranya menggunakan air yang dicampur dengan tanah.
4.
Hal
– Hal Yang Membatalkan Wudhu
1. Segala sesuatu yang keluar qubul maupun dubur
لا يقبل الله
صلاة أحدكم إذا أحدث حتّى يتوضأ
“Allah tidak menerima
shalat salah seorang di antaramu jika ia berhadats sampai ia berwudhu.” (HR.
Al-Bukhari)
2. Tidur nyenyak
فَلْيَتَوَ نَامَ، فَمَنْ ضَّأْ،
السَّهِ وِكَاءُ الْعَيْنُ
“Mata adalah kendalinya dubur, maka barangsiapa
tertidur, hendaklah ia berwudhu.”
(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
3. Menyentuh kemaluan tanpa
menggunakan pembatas.
من مسّ ذكره
فليتوضأ
“Barangsiapa
menyentuh kemaluannya maka hendakiah ia berwudhu.”
(HR. Abu Daud, At-Tirmidzi)
4. Hilang akal dan perasaan
Hal yang dimaksud dapat berupa gila, pingsan, dan
mabuk. Karena dalam keadaan yang demikian seorang muslim tidak mengerti
kejadian apa yang menimpa dirinya. Para ulama telah bersepakat atas kewajiban
berwudhu bagi yang hilang akalnya.
5. Bersentuhan Kulit yang
Berlainan
وَإِن
كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ
جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ
تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً
“dan jika
kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau mulamasah (menyentuh)
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih).” (Al-Maaidah : 6).
6.
Murtad atau keluar dari agama Islam.
Yakni
mengerjakan sesuatu yang menyebabkan ia keluar dari Islam baik dengan ucapan,
keyakinan atau keragu-raguan. Jika ia kembali ke agama Islam, ia tidak diterima
sebelum berwudhu. Berdasarkan firman Allah:
وَمَن
يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa
yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah
amalannya.” (Al-Maidah: 5)